Beranda | Artikel
Para Salaf di Bulan Ramadhân
Sabtu, 24 Februari 2024

Puasa Ramadhan memiliki berbagai keutamaan yang sangat besar. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Salafus Shalih sangat bersemangat melaksanakan puasa dan mengisi waktunya dengan berbagai macam ibadah yang mulia.

‘Ali bin Zufar as-Sa’di رحمه الله bercerita bahwa al-Ahnaf bin Qais at-Tamimi رحمه الله , seorang Imam dari kalangan Tabi’in, ketika beliau hendak berpuasa, lalu beliau ditanya tentang hal itu, maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku mempersiapkannya untuk suatu hari yang kesusahannya lama (Hari Kiamat)”. Lalu beliau membaca ayat, (yang artinya), “Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu”. (QS. Al-Insan/76:11). (Riwayat Ibnu Abid Dunya di dalam Al-Ahwâl, no. 16)

Mereka juga melatih anak-anak mereka untuk berpuasa sejak kecil. Walaupun anak kecil belum wajib berpuasa, namun jika sudah mumayyiz (berumur 6 atau 7 tahun), maka orang tuanya hendaklah memerintahkannya berpuasa sebagai latihan beribadah kepada Allâh, dan puasa tersebut sah.

Mereka juga memperbanyak membaca al-Qur’an, bersedekah, dan bersemangat melaksanakan qiyam Ramadhân, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat. Di antara mereka ada yang meninggalkan kegiatan rutin mereka, agar bisa fokus membaca al-Qur’an.

Selain itu, mereka pun menjaga adab-adab puasa, agar puasa mereka diterima oleh Allâh سبحانه وتعالى . Mereka berusaha keras agar ibadah puasa mereka tidak seperti yang disebutkan oleh Rasûlullâh ﷺ dalam sabdanya:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الجُوْعُ ، وَ رُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ

Banyak orang yang berpuasa, (namun) dia tidak mendapatkan dari ibadah puasanya kecuali lapar. Dan banyak orang yang shalat malam, tidak mendapatkan dari shalat malamnya kecuali begadang”. (HR. Al-Bukhari)

Imam Shan’ani رحمه الله berkata, “Ini ditujukan kepada orang yang tidak ikhlas, atau tidak menjauhi perkataan palsu, dusta, fitnah, ghibah, dan larangan-larangan lainnya, sehingga dia mendapatkan lapar dan haus, (namun) tidak mendapatkan pahala. Al-Ghazali berkata, “Dia adalah orang yang berbuka dengan yang haram, berbuka dengan memakan daging manusia, yaitu ghibah, atau orang yang tidak menjaga anggota badannya dari dosa-dosa”. (At-Tanwiir Syarh Al-Jami’us Shaghir, 6/224)

Imam Ibnul Hanafi yah رحمه الله , putra Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه berkata, “Hendaklah pendengarnmu, pandanganmu, lidahmu, dan badanmu, juga berpuasa (dari hal-hal yang dilarang)! Janganlah engkau jadikan hari yang engkau tidak berpuasa, seperti hari yang engkau berpuasa! Dan janganlah engkau menyakiti pembantu!”. (Riwayat Ibnu Abid Dunya dalam Fadhail Ramadhân, no. 40)

Bahkan walaupun puasa Ramadhân sudah selesai, para Ulama Salaf tetap menjaga adab agung mereka. Diriwayatkan bahwa Wuhaib melihat sekelompok orang tertawa pada hari ‘Idul Fithri, maka beliau berkata:

(( إِنْ كَانَ هَؤُلَاءِ تُقُبِّلَ مِنْهُمْ صِيَامُهُمْ فَمَا هَذَا فِعْلُ الشَّاكِرِيْنَ، وَ إِنْ كَانَ هَؤُلَاءِ لَمْ يُتَقَبَّلْ مِنْهُمْ صِيَامُهُمْ فَمَا هَذَا فِعْلُ الخَائِفِيْنَ))،

Jikapun puasa mereka ini diterima (oleh Allâh), maka perbuatan ini (tertawa-red) bukanlah perbuatan orang-orang yang bersyukur (kepada Allâh). Namun jika puasa mereka ini tidak diterima (oleh Allâh), maka perbuatan ini bukanlah perbuatan orang-orang yang takut (kepada Allâh). (Riwayat Ibnu Abid Dunya di dalam Asy-Syukur, no. 29)

Alangkah agung sikap Salafush Shalih. Mereka bersemangat beribadah, namun mereka tetap khawatir amalan mereka tidak diterima. Perasaan ini terus mendorong mereka untuk selalu meningkatkan diri di dalam kebaikan. Semoga Allâh سبحانه وتعالى memberikan kekuatan kepada kita untuk meneladani mereka.

Wallâhul Musta’an. [ ]


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/para-salaf-di-bulan-ramadhan/